7 Jam Berkeliling di Kota Anging Mammiri, Seperti Apa Petualangannya?
Halaman 1
Makassar, GoSulsel.com – Kota Makassar yang cantik selalu menarik para traveller untuk datang dan menjelajah. Cukup 7 jam saja untuk berkeliling ke banyak tempat wisata menarik di kota ini. Seperti apa petualangannya?
Jam 8 pagi jappa-jappa atau jalan-jalan dalam bahasa Makassar dimulai. Tujuan pertama GoSulsel.com adalah benteng Rotterdam atau yang dikenal dengan nama Fort Rotterdam. Lokasi ini awalnya bernama Benteng Ujung Pandang yang berdiri sejak tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-10. Benteng ini berlokasi di Jl Ujungpandang No 02.
Sebetulnya tidak ada tiket masuk ke benteng ini, tapi pengunjung diharapkan partisipasinya dengan sumbangan sukarela. Benteng dengan dinding bercat kuning langsat terlihat kontras berpadu dengan beberapa daun jendela dan pintu yang berwarna merah. Di benteng ini terdapat ruang tahanan Pangeran Diponegoro.
Fort Rotterdam memiliki museum dengan nama yang unik “La Galigo” yang diambil dari nama karya sastra dunia yang besar dan terkenal. Pertimbangan lainnya, nama La Galigo sangat terkenal di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. La Galigo adalah seorang tokoh Legendaris putra Sawerigading Opunna Ware dari pernikahannya dengan We Cudai Daeng Ri Sompa.
Setelah dewasa, La Galigo dinobatkan jadi Payung Lolo (Raja Muda) di Kerajaan Luwu yang merupakan kerajaan tertua di Sulawesi Selatan. Museum La Galigo tampak terawat cukup apik. Dari situ, terlihat betapa masyarakat Makassar begitu mengapresiasi sejarah mereka di tempatnya sendiri. Isi museum seperti pada umumnya, memuat koleksi benda-benda bersejarah yang tersimpan apik di dalam lemari kaca.
Halaman 2
Ada baju tradisional dan kain songket Makassar yang terkenal kehalusannya. Pagi hari adalah waktu yang tepat untuk mengunjungi Fort Rotterdam yang saat terekam lensa kamera tampak begitu romantis, antara arsitektur bangungan berseni Belanda berpadu dengan birunya langit. Cantik, bak lukisan!
Konon, asal usul nenek moyang kita yang seorang pelaut berasal dari Makassar. Pelaut Makassar terkenal kehebatannya mengarungi luasnya samudera dengan kapal kayu tradisional yang disebut Phinisi. Maka pelabuhan Paotere jadi tempat persinggahan kedua yang dikunjungi.
Pagi hari, hiruk pikuk di pelabuhan Paotere sudah terlihat. Beberapa kapal Phinisi sedang melakukan bongkar muat dan perbaikan. Beberapa kapal lainnya tampak sedang beristirahat bersandar di pelabuhan. Sementara itu, di sisi lain dari pelabuhan tampak sekumpulan anak-anak kecil sedang berenang riang gembira bersama-sama.
Tidaklah heran kalau label pelaut ulung dilekatkan pada orang Makassar. Laut jadi taman mereka bermain semenjak kecil rupanya. Puas mengamati aneka kapal Phinisi yang sedang bersandar di pelabuhan, kaki kembali melangkah menuju tempat berikutnya.
Masjid Raya Makassar yang didominasi warna putih terlihat anggun berdiri di bawah langit biru berawan putih. Pemandangan ini begitu mempesona. Masjid ini tampak bak istana yang ada di dongeng-dongeng Negeri Timur Tengah. Satu persatu saya menapaki tangga mesjid yang megah ini. Pada salah satu dinding terdapat daftar nama panitia pemugaran Mesjid Raya Makassar yang dilakukan pada tanggal 16 Juni 1976.
Halaman 3
Nama H Kalla dan H Drs Yusuf Kalla ada di dalam daftar. Mesjid ini kemudian diresmikan oleh H Yusuf Kalla di bulan Mei 2005 saat beliau menjabat sebagai Wakil Presiden RI.
Mengintip ke bagian dalam mesjid, saya menemukan sebuah Al-quran besar dengan ukuran 1m x 1,5m dan berat 544kg. Al-quran ini dikerjakan selama 12 bulan dan ditempatkan dalam peti kaca yang menggunakan kayu jati yang dikeringkan selama 1 bulan agar tahan hingga ratusan tahun. Subhanallah!
Selain Masjid Raya Makassar, ada 2 masjid lagi yang wajib untuk dikunjungi. Mesjid Apung Amirul Mukminin yang terletak di pinggir Pantai Losari. Mesjid mungil dengan kubah biru yang menjorok ke laut ini disanggah oleh tiang-tiang kokoh, menjadikannya terlihat cantik dan jadi icon baru di Pantai Losari.
Masjid selanjutnya adalah Al Markaz Al Islami yang merupakan masjid terbesar se-Asia Tenggara. Konon tinggi menara mesjid Al Markaz menyamai tinggi menara Masjidil Haram. Luar biasa!
Halaman 4
Mayoritas penduduk di Makassar adalah muslim. Tapi jangan heran jika di sini tempat-tempat ibadah agama lainnya mudah ditemui. Agaknya kerukunan hidup beragama sudah tertanam baik di sini. Saat GoSulsel.com mengambil gambar-gambar tempat ibadah, seperti gereja dan klenteng pun mereka tidak melarang, malah mempersilakan. Asal tahu saja bagaimana etika mengambil gambar di tempat ibadah.
Klenteng pertama yang disambangi adalah inisiatif Yayasan Marga Thoeng, yang didirikan sejak tahun 1898. Sayangnya, hari itu klenteng sedang tutup. Jadi yang sempat terambil hanya gambar pintu klenteng yang berwarna merah dengan hiasan beberapa lampion di atasnya.
Beberapa meter dari situ, ada Klenteng Kwan Kong. Kali ini cukup beruntung. Klenteng sedang dibuka dan beberapa umat tampak sedang sembahyang dengan khusyuk di dalam.
Klenteng ini tampak kental nuansa Tionghoanya dengan ornamen patung singa yang sedang duduk sambil menggenggam bola di kaki kanannya. Di bagian dalam klenteng terdapat lonceng besar berwarna emas dengan tulisan Cina berwarna merah pada badan lonceng. Sementara pada altar sembahyang yang berwarna merah, tampak beberapa lilin dan sesaji seperti minuman dan buah-buahan di atasnya.
Keseruan belum berakhir. Hanya berjarak belasan meter saja, kita bisa tiba di Istana Naga Sakti Klenteng Xian ma. Uniknya, klenteng ini diresmikan oleh H Syahrul Yasin Limpo yang menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan pada 2009. Nah, sekali lagi bukti kerukunan antar umat beragama terlihat harmonis di sini.
Halaman 5
Berseberangan dengan Klenteng Xian Ma, tampak vihara Ibu Agung Bahari. Bagian depan vihara tampak dihiasi lampion berwarna merah dengan beberapa pilar berukir menopang canopi teras vihara.
Tempat terakhir yang GoSulsel.com kunjungi adalah Gereja Katedral Indonesia (GKI), Jl Kajaolalido. Gereja ini jadi destinasi terakhir untuk dikunjungi agar tidak mengganggu umat Kristiani yang sedang melakukan misa di hari Minggu.
Pagi itu GKI sepertinya sedang bersiap menyambut Natal. Di depan gereja terlihat rangka besi menjulang tinggi menyerupai pohon cemara.
Bangunan gereja ini cukup mungil ukurannya. Dindingnya berwarna coklat susu beraksen atap dengan warna coklat yang lebih tua, terlihat klasik dan tidak berlebihan. Sederhana namun tidak mengurangi keanggunannya. Terlebih jika pohon Natal di depan gereja sudah terpasang, terbayang pasti semakin terlihat cantik gereja ini.
Tepat pukul 2 siang jappa-jappa berakhir. Cukup banyak bukan tempat yang bisa disambangi hanya dalam waktu 7 jam saja? Jadi jangan ragu lagi, segera pesan tiket untuk menghabiskan akhir pekan di Kota Anging Mammiri.
Berikut foto-fotonya:
Halaman 6
Halaman 7
Halaman 8
Halaman 9
Halaman 10
Halaman 11
(*)