Bagian dalam dari Kompleks Makam Pangeran Diponegoro. Di sini, Pangeran Diponegoro dimakamkan bersama keturunannya. (Foto: Andi Dahrul Mahfud/GoSulsel.com)

Kepingan Sejarah Mataram di Tanah Makassar

Sabtu, 21 Mei 2016 | 16:29 Wita - Editor: Irwan Idris -

Makassar, GoSulsel.com – Bendoro Raden Mas Antawirya yang lebih dikenal sebagai Pangeran Diponegoro adalah pemimpin Perang Jawa melawan kolonialisme Belanda (1825-1830). Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta pada 11 November 1785, putra sulung dari Sri Sultan Hamengku Buwono III.

Setelah ditangkap di Magelang, Pangeran Diponegoro diasingkan ke Benteng Amsterdam di Manado, karena kurang ketatnya penjagaan di Manado, Belanda pun memindahkan Sang Pangeran ke Benteng Fort Rotterdam Makassar dengan penjagaan 200 tentara kolonial yang dilengkapi meriam-meriam tangguh.

pt-vale-indonesia

Selama 21 tahun mendekam di Benteng Fort Rotterdam, Pangeran Diponegoro akhirnya wafat pada 8 Januari 1855. Jenazahnya dikebumikan di kompleks makam yang terletak di Jalan Pangeran Diponegoro, Kelurahan Melayu, Kecamatan Makassar, Kota Makassar.

Bagi masyarakat jawa, Pangeran Diponegoro bukan hanya dianggap sebagai pengobar perang Jawa. Lebih dari itu, ia adalah tokoh pejuang dan penjaga tatanan adat dan kebudayaan jawa yang berlandas pada nilai-nilai spiritual dengan corak keislaman.

Meski begitu, Peter Carey, Historian Inggris yang mendalami sejarah Pangeran Diponegoro selama 40 tahun menuturkan, bahwa Pangeran Diponegoro sebenarnya bukanlah murni reformis islam di tanah jawa.

“Sang Pangeran lebih dikenal sebagai penjaga tatanan lama masyarakat jawa di mana sistem kepercayaan Jawa terkait dengan dewi pelindung Laut Kidul, Ratu Kidul, dan pelindung spiritual lain dari penguasa Jawa tengah selatan lain agar bisa berdampingan dengan ajaran Islam,” ungkap Carey dalam bukunya, Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (2014).(*)