FOTO: Ketua Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah (PPPM) bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Andi Fajar Asti mengatakan siapapun menghalang-halangi makhluk hidup atas pemenuhan air maka sesungguhnya terjadi pelanggaran HAM yang sangat serius/Rabu, 22 Maret 2017/IST

Hari Air Sedunia, Momentum Penghentian Swastanisasi Sumber Daya Air

Rabu, 22 Maret 2017 | 18:53 Wita - Editor: Irwan Idris - Reporter: Mirsan - Go Cakrawala

Makassar, Gosulsel.com — Setiap tahun pada tanggal 22 Maret diperingati sebagai Hari Air Sedunia berdasarkan hasil Sidang Umum PBB ke 47 di Brasil. Di mana pemerolehan Air adalah bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM).

Ketua Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah (PPPM) bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Andi Fajar Asti mengatakan siapapun menghalang-halangi makhluk hidup atas pemenuhan air maka sesungguhnya terjadi pelanggaran HAM yang sangat serius.

Karena itu, menurutnya pemerintah tidah boleh setengah hati menjalankan perintah konstitusi untuk segera menghentikan swastanisasi sumber daya air.
 
“Dibatalkannya UU No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan kembali memberlakukan UU No 11 tahun 1974 tentang pengairan adalah bukti bahwa ada masalah besar dalam sistem pengelolaan air di negeri ini,” katanya.

MK dalam putusannya dengan terang-benderang menyebutkan bahwa Pembatalan UU no 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air karena menganggap bertentangan dengan pasal 33 UUD tahun 1945 bahwa air itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pengembaliaan penguasaan air ke negara, katanya, bukan berarti swasta tidak boleh lagi terlibat dalam penyediaan air. Partisipasi swasta boleh tapi bukan di wilayah penguasaan.

“Swasta bisa terlibat dalam transfer teknologi yaitu terlibat dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air. Nah, jika pemerintah  tidak serius mengurusi air maka akan menjadi ancaman bagi kelestarian dan ketersediaan air bagi kehidupan,” jelasnya.

Masalah yang paling genting adalah konsumsi air tanah yang sudah sangat mengkhawatirkan. Jika air tanah dalam perut bumi habis disedot untuk konsumsi maka terbentuklah rongga-rongga yang berpotensi mengancam strukturisasi tanah dan akhirnya berakibat pada stabilitas bangunan di atasnya.

“Sehingga satu-satunya solusi untuk menjaga kelestarian dan eksistensi air tanah adalah pembatasan penggunaan air tanah dan memaksimalkan penyediaan air melalui pipanisasi baik sektor rumah tangga maupun sektor industri terutama di kota-kota besar,” tutup Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia ini.(*)

pt-vale-indonesia


BACA JUGA