Seberapa Besar Pengaruh Hasil Survei Dalam Mengusung Cakada?
Makassar, GoSulsel.com — Jelang Pilkada serentak tahun 2018 mendatang. Hampir semua partai politik menggandeng lembaga survei sebagai instrumen pertimbangan untuk menentukan bakal calon Kepala Daerah yang bakal diusung pada event politik mendatang. Hal ini bukan tanpa alasan, lantaran sudah pasti Parpol menentukan target menang dalam setiap kontestasi politik.
Pengamat politik dari Universitas Bosowa (Unibos) 45 Makassar, Arief Wicaksono mengatakan survey saat ini memang telah menjadi salah satu instrumen penting dalam dunia politik, karena survey merupakan mekanisme akademik untuk mengukur ‘kemampuan’ figur/individu calon Kepala Daerah untuk maju dalam sebuah kontestasi demokrasi seperti Pilkada.
“Popularitas, akseptabilitas hingga ke elektabilitas, bisa diukur dengan survey. Bahkan untuk menentukan siapa yang paling berpeluang sebagai calon pasangan figur tersebut, survey adalah alat yang tepat,” kata Arief saat dikonfirmasi melalui saluran telepon peribadinya oleh GoSulsel.com, pada Senin (17/7/2017).
Hanya memang, lanjut Arief tidak sedikit study kasus prediksi lembaga survei yang meleset. Problemnya, kata Arief berada pada pengalaman, kreadibiltas dan integritas lembaga yang melakukan survei.
“Problemnya adalah pengalaman, kredibilitas dan integritas lembaga yang melakukan survey tersebut. Banyaknya kasus melesetnya hasil survey dengan hasil Pilkada merupakan salah satu bukti dan contoh,” ucapnya.
Dijelaskan Arief, bahwa hasil survey tidak mesti dijadikan satu-satunya rujukan untuk menentukan pasangan calon yang akan diusung oleh partai politik.
“Bahwa survey memang hanya salah satu instrumen penting saja. Yang paling penting sebenarnya adalah rekam jejak dari masing – masing pasangan calonnya,” tuturnya.
Yang mesti dilakukan oleh partai politik, kata Arief, adalah memperkuat kerja – kerja struktur pelaksana partai. Bukan hanya mengandalkan dan mempercayai sepenuhnya kepada hasil riset yang dilakukan lembaga survei yang diketahui adalah diluar dari struktur internal partai.
“Jika dihadapkan pada realitas bahwa partai politik juga memiliki institusi pelaksana survey seperti dan Balitbang dan Bappilu, itulah yang menjadi masalah partai politik saat ini. Tidak semua, tapi rata-rata parpol lebih mempercayai hasil survey dari lembaga diluar dirinya, sehingga ada kesan bahwa Parpol justru tidak percaya diri dan akhirnya tidak memfungsikan aparatus partai yang menurut saya sangat penting itu,” demikian Arief Wicaksono.(*)