Terima Gelar Doktor HC, JK: Agama Bukan Sumber Konflik
Makassar, Gosulsel.com — Wakil Presiden RI Muhammad Jusuf Kalla menerima gelar doktor kehormatan (Honoris Causa) dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM). Penganugerahan ini dilakukan dalam Sidang Senat Terbuka Luar Biasa di Auditorium UINAM, Kamis 25 Januari.
Dalam pidato pengukuhan Dr HC bidang sosiologi agama, JK menegaskan anggapan sebagian besar orang bahwa agama adalah sumber utama konflik tidaklah benar. Meski terdapat kelompok yang mengatasnamakan agama dalam tindakan kekerasan dan terorisme di berbagai daerah.
Namun menurutnya orang-orang atau kelompok tersebut tidak merepresentasikan umat beragama secara keseluruhan. Mereka hanya segelintir orang yang menggunakan agama untuk menjustifikasi konflik.
“Sering terbukti bahwa pelaku kekerasan atas nama agama bukanlah pengamal agama yang taat. Banyak diantara mereka justru tidak memahami agama dengan baik. Dengan melakukan kekerasan, mereka seolah ‘menemukan’ agama kembali,” katanya.
JK meyakini agama bukan sumber konflik dan kekerasan. Sebab semua agama sangat menekankan ajaran tentang perdamaian dan kedamaian. Misalnya Islam, yang namanya saja berarti ‘damai’.
Berdasarkan kajian ilmiah dan akademis, Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) ini menyimpulkan konflik, kekerasan dan perang banyak terkait dengan masalah ekonomi. Kepanjangan dan ketidakadilan ekonomi, seperti pengangguran dan kemiskinan justru menjadi sumber utama konflik.
Untuk itu dalam mendamaikan daerah yang berkonflik, seperti yang dilakukan di Poso, Ambon dan Aceh. JK selalu mengedepankan keseimbangan ekonomi yang merata dan berkeadlian.
Tak hanya ekonomi, politik juga menjadi faktor utama timbulnya konflik dan kekerasan. “Karena itu dinamika dan perkembangan politik yang ada harus dicermati dan dikembangkan untuk memperkuat perdamaian,” tambahnya.
Berdasarkan pengalaman turun langsung menyelesaikan konflik di Indonesia dan luar negeri. Jusuf Kalla menyimpulkan beberapa langkah untuk pencegahan dan penanganan konflik.
Mulai dari memiliki pengetahuan mendalam tentang pihak-pihak yang terlibat konflik, memperkuat keberanian moral, membangun sikap saling percaya, menyatukan pihak bertikai, membatasi keterpaparan dan menghormati martabat. (*)