Puluhan pemuda Dusun Rumbia, Desa Tanete, Kecamatan Simpang, Maros membagikan ratusan paket menu buka puasa di sekitar lampu merah (dekat patung kuda Maros)
#

Tinggalkan Kebiasaan Lama, Pemuda Rumbia Berbagi Takjil

Kamis, 21 Mei 2020 | 19:20 Wita - Editor: Andi Nita Purnama - Reporter: Muhammad Yusuf - GoSulsel.com

MAROS, GOSULSEL.COM — Puluhan pemuda Dusun Rumbia, Desa Tanete, Kecamatan Simpang, Maros membagikan ratusan paket menu buka puasa di sekitar lampu merah (dekat patung kuda Maros).

Ratusan paket tersebut mereka berikan kepada tukang becak, juga pengendara. Sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama yang membutuhkan, mereka patungan untuk membeli makanan tersebut.

pt-vale-indonesia

“Jumlah paketnya tidak seberapa, karena ini juga dari hasil patungan teman-teman. Kumpul-kumpul sendiri ji, lalu kami pakai untuk membeli paket makanan buka puasa. Tidak ada bantuan lain, diluar dari teman-teman kami,” ujar Iqbal, ketua komunitas yang mereka sebut KAK.

Pria yang akrab disapa Baddu tersebut menjelaskan, sesungguhnya ini kali pertama mereka melakukan aksi sosial berbagi santapan buka puasa dan berharap pemuda lain di dusunnya juga mampu melibatkan diri dalam kegiatan yang bernilai positif.

“Ini pertama kalinya, kami bagi-bagi atas nama pemuda Rumbia. Apalagi, di kampung kami itu pemudanya hanya dikenal dengan dua identitasnya, yakni pembalap dan pemain judi, kadang peminum juga. Kami tidak ingin hanya identitas itu yang melekat pada orang, melalui kegiatan ini, kami ingin menunjukkan, bahwa Rumbia punya anak muda yang mulai sadar dan berbenah dari kebiasaan lama mereka. Saya kira itu yang penting,” jelasnya.

Terkait kebiasaan itu, lanjutnya, pada dasarnya telah menjadi sesuatu yang turun temurun di kampung. Hal tersebut yang mereka coba ubah, sedikit demi sedikit.

“Kami coba ubah sedikit-sedikit, dari hal hal sederhana. Contohnya itu mengubah kebiasaan lama itu dengan melakukan hal hal positif, berbagi kepada yang lebih membutuhkan, baik dalam bentuk makanan atau saling membantu ketika ada yang membutuhkan,” sambungnya.

Baddu menambahkan, mereka tak ingin lagi dikenal dengan identitas negatif tersebut. Mereka ingin paradigma masyarakat tidak lagi soal kebrutalan, balapan dan semacamnya.

“Kami tidak lagi ingin kampung kami dikenal dengan pasaung, pabotoro’, pembalap, dan sejenisnya.” tutupnya.(*)


BACA JUGA