Humas IDI Kota Makassar, dr Wachyudi Muchsin

Dituding Raup Untung Besar dalam Penanganan Covid-19, IDI Makassar: Ini Fitnah Keji

Sabtu, 06 Juni 2020 | 12:44 Wita - Editor: Andi Nita Purnama - Reporter: Agung Eka - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM — Masalah baru kini muncul dengan banyaknya tudingan yang mengarah ke dokter dan tenaga kesehatan. Stigma negatif kini dialamatkan kepada dokter dan tenaga medis. 

Menyusul beberapa kasus yang mengakibatkan terjadinya protes dan keributan dalam penetapan status pasien. Baik itu PDP atau positif Covid-19. Beragam komentar pun muncul, ada yang membenarkan, ada yang menyalahkan bahkan ada pula yang menuduh ini konspirasi dokter agar mendapatkan untung besar dalam penanganan kasus corona.

Atas isu miring ini, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Makassar sebagai organisasi profesi dokter akhirnya angkat bicara. Humas IDI Kota Makassar, dr Wachyudi Muchsin menyebut bahwa semua tudingan itu merupakan fitnah.

“Mewakili dokter, pertama ingin mengucapkan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya kepada seluruh masyarakat yang keluarganya meninggal terpapar virus corona. Baik itu dalam status PDP maupun Positif Covid-19. Baik itu masyarakat biasa, maupun dokter serta tenaga medis yang gugur,” ujar pria yang akrab disapa Dokter Koboi ini.

IDI Kota Makassar menilai saat ini yang menjadi kelemahan di Indonesia adalah masih lambannya proses diagnostik pada kasus Covid-19 ini. Kemampuan Laboratorium masih sangat terbatas. Sehingga, antrian sampel yang sangat banyak membutuhkan waktu kisaran 1-2 minggu hingga  sampel atau diagnosanya bisa diketahui. 

Hal inilah yang menjadi persoalan utama dan ini mesti, kata dia, segera ada solusinya dalam menghadapi kondisi yang penuh keterbatasan. Untuk kasus yang masih berstatus PDP dan meninggal dunia, pemerintah melalui tim gugus Covid-19 mengambil pilihan yang dianggap lebih aman untuk pemakamannya secara prosedur Covid-19, dengan tujuan dapat menekan laju penyebaran penyakit yang sangat cepat. 

Disini terkadang timbul persolan banyak yang tidak menerima hasil swab ternyata negatif, dan sudah meninggal di makamkan protap Covid-19. Kejadian ini akan menjadi warning bagi pemerintah, jika hal seperti ini terus berlanjut. 

Menurut Yudi, ini akan menjadi persoalan yang baru. Munculnya stigma bahwa rumah sakit dan tenaga medis menjadikan kasus-kasus seperti itu sebagai pemanfaatan anggaran bahwa setiap yang di cap sebagai pasien Covid-19. Maka rumah sakit akan mendapat keuntungan besar untuk setiap pasien Covid-19 dari pemerintah pusat.

“Itu semua tidak benar dan fitnah . Pertanyaannya negara dapat uang dari mana ratusan juta  di kalikan semua pasien Covid-19 se-Indonesia?,” kata Yudi.

Ia meminta masyarakat jangan mudah terprovokasi fitnah bahwa ada untung besar dokter serta paramedis sepeti video keluarga pasien Corona meninggal yang viral. Dengan mengatakan dana sangat besar dari Kementerian Keuangan setiap pasien Covid-19 yang diterima oleh rumah sakit. Informasi hoax seperti itu, kata Yudi,  berimbas ke dokter serta paramedis. 

Ia menambahkan bahwa semua tentu tidak ada yang menghendaki di posisi itu. Selain duka yang dalam dirasakan, juga kesedihan akibat tak bisa memakamkan keluarga secara syariat agama. 

“Serta beban stigma dari sebagian “masyarakat yang masih latah” memahami kejadian seperti ini adalah aib. Padahal ini bukanlah aib, melainkan musibah kita bersama,” sambungnya. 

Untuk kasus yang meninggal dalam status PDP dan belum ada hasil swab-nya, memang menimbulkan dilematis bagi tenaga medis dan kegundahan bagi keluarga korban. 

“Seperti yang kita ketahui, bahwa PDP (Pasien Dalam Pengawasan) adalah status resiko, bukan suatu diagnosis,” imbuh dokter Yudi. 

Ketua Kempo Kota Makassar ini berkata Status PDP adalah kondisi dimana pasien mengalami suatu penyakit yang disertai gejala yang mengarah ke Covid-19 dan kebanyakan kasus Covid-19 yang meninggal. Karena ada penyakit penyerta atau penyakit bawaan sebelumnya, lantaran keganasan Corona belum sempat hasil swab sudah keluar takdir berkata lain meninggal dan di makamkan pakai protap Covid-19 . 

Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia (UMI) ini mengatakan, proses pemakaman jenazah bukan dokter yang mengurus namun proses pemakaman di tetapkan pemerintah melalui  tim gugus percepatan Covid seperti yang di utarakan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Letjen Doni Monardo menjelaskan perihal pemakaman jenazah terkait virus Corona. Doni mengatakan seluruh pasien, baik positif maupun bukan, tetap dimakamkan sesuai protokol Covid-19.

“Yurianto, telah menjelaskan bahwa ada sejumlah kasus, sejumlah peristiwa, jenazah pasien Covid-19 yang wafat dimakamkan dengan cara Covid-19. Karena belum dilakukan tes dan hasil tes belum keluar, maka seluruh pasien Covid-19 itu tetap dimakamkan secara Covid-19,” ujarnya.

Ini mengacu terhadap beberapa peristwa beberapa minggu yang lalu. Salah seorang pejabat kita ada yang wafat kemudian dimakamkan dengan standar reguler. Setelah beberapa hari ternyata ditemukan positif Covid-19,” kata Doni.

Karena itu, Doni mengatakan pemerintah enggan mengambil risiko. Pemerintah juga enggan gegabah dalam menangani jenazah pasien terkait Covid-19.

“Untuk hindari agar tidak terjadi lagi pasien yang meninggal Covid-19 maupun non-Covid-19, salah dalam melakukan analisa, salah dalam ambil keputusan, maka semua pasien pasien meninggal dunia diperlakukan sebagai pasien Covid-19 dan setelah ada hasilnya, Kemenkes baru bisa memutuskan pasien itu positif atau negatif,” jelasnya.(*)


BACA JUGA