Penegakan Prokes Covid-19 di Makassar, Pemkot Disebut Standar Ganda
MAKASSAR, GOSULSEL.COM — Upaya penegakan protokol kesehatan (Prokes) oleh Pemkot Makassar dipertanyakan. Komitmen dalam mencegah kasus Covid-19 menjadi sorotan.
Sebagian menganggap bahwa regulasi yang berlaku seharusnya diciptakan tidak menguntungkan salah satu pihak. Apalagi melindungi kepentingan kekuasaan.
Terbaru, Pemkot Makassar diduga melaporkan Asosiasi Usaha Hiburan Makassar (AUHM) yang berunjuk rasa di Balai Kota Makassar. Sebab, dinilai melakukan pelanggaran protokol kesehatan (prokes), seperti tidak jaga jarak.
Di sisi lain, Pemerintah Kota Makassar dipandang mengabaikan aturan sendiri dengan menghadiri kegiatan yang menggunakan prasmanan. Hal itu dinilai berpotensi menciptakan penularan dan kerumunan.
Kegiatan tersebut berlangsung pada acara peresmian kawasan kuliner Lego-Lego. Bertempat di Center Point of Indonesia di Jalan Metro Tanjung Bunga, Rabu (10/2/2021).
Saat ini, pihak Polrestabes Makassar telah memeriksa puluhan saksi terkait dugaan pelanggaran protokol Covid-19 terhadap pengunjuk rasa AUHM di Balai Kota Makassar.
“Kemarin kami temukan adanya dugaan pelanggaran protokol kesehatan, saat aksi di Balai Kota Makassar, jadi kalau ada yang tidak sesuai dengan aturan, pasti kita periksa, siapa pun itu,” kata Wakas Reskrim Polrestabes Makassar, AKP Sugeng, Kamis (11/2/2021).
Menurutnya, saat ini masuk dalam tahap pemeriksaan saksi. Ia mengatakan telah melakukan pemeriksaan terhadap pihak Kesbangpol, Satpol-PP, termasuk kordinator aksi.
Ia pun menepis jika hal ini merupakan laporan dari Pemerintah Kota Makassar, melalui Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Makassar.
“Resmi temuan, bukan laporan dari Pemkot, adanya ditemukan dugaan pelanggaran prokes Covid-19,” jelasnya.
Menurutnya, pihak Kepolisian tidak pernah mengeluarkan izin unjuk rasa yang dilakukan oleh AUHM di Balai Kota. “Ada penyampaiannya, tapi memang pihak kepolisian tidak pernah mengeluarkan izin selama pandemi,” terangnya.
Sebelumnya, Pj Wali Kota Makassar Rudy Djamaluddin mengatakan pihak kepolisian tengah melakukan kajian terkait unsur pelanggaran di sana. Khususnya soal peraturan regulasi termasuk Perwali untuk kerumunan.
“Kalau memang terdapat pelanggaran di sana, tentu kewajiban APH (Aparat Penegak Hukum) untuk menindaklanjuti, demi keselamatan kita semua,” kata Rudy.
Rudy pun menolak tuntutan yang dilayangkan oleh pekerja hiburan malam. Ia menegaskan bahwa kebijakan jam malam tetap akan berlanjut.
Menurut Rudy, pembatasan jam malam melalui Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyakarat (PPKM) perlu dilakukan. Sebab, merujuk pada kasus Covid-19 yang mulai melandai seiring kebijakan jam malam.
“Kita perpanjang dulu sampai jam 10. Karena ini saran epidemiologi masih wajib kita dengar untuk menekan laju,” kata Rudy.
Terkait pernyataan pekerja hiburan yang menyebut kebijakan ini diskriminatif, Rudy mengatakan aktivitas malam tak bisa dibiarkan lantaran bisa memicu lagi potensi penyebaran Covid-19.
“Kita harus mengambil sisi berimbang. Ekonomi juga tidak mati total kalau kita berbicara perimbangan berarti tidak mungkin semuanya 100 persen termasuk ekonominya tidak bisa 100 persen. Kebetulan saja kegiatan malam ini yang kita anggap masih tinggi potensi penularan di situ,” ungkap Rudy.
Menanggapi persoalan ini, Pengamat Pemerintahan, Bastian Lubis menyebut bahwa Pemkot mesti tegas dalam menegakkan aturan. Tingkat kepercayaan masyarakat justru bisa menurun jika pengambil kebijakan ikut melanggar. Atau melakukan standar ganda.
“Iya bisa saja begitu. Harusnya Pemkot tegas,” ujarnya.(*)