
Kasus Dugaan Korupsi Tambang Tikala Mengendap, ACC Desak Kejagung Turun Tangan
MAKASSAR, GOSULSEL.COM – Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi mendesak Kejaksaan Agung mengevaluasi penanganan kasus izin tambang batu gamping di Kecamatan Tikala, Kabupaten Toraja Utara.
Ketua Badan Pekerja ACC Sulawesi, Kadir Wokanubun, menilai penyelidikan yang tengah dilakukan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan perlu mendapat atensi serius agar tidak berlarut-larut.

“Kami mendorong Kejagung melakukan supervisi dan evaluasi agar kasus ini segera rampung. Fakta-fakta awal mengarah pada dugaan pelanggaran serius yang berpotensi memenuhi unsur tindak pidana korupsi,” kata Kadir, Senin, 11 Agustus 2025.
Ia menjelaskan, indikasi pelanggaran terlihat dari penetapan wilayah izin usaha pertambangan yang tidak sesuai dengan Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Toraja Utara, serta pemberian izin dengan luasan melebihi ketentuan bagi koperasi sebagaimana diatur dalam UU No. 3 Tahun 2020, UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2020 dan PP No. 96 Tahun 2021.
“Jika proses perizinan dilakukan dengan dugaan mengabaikan tata ruang dan dugaan memalsukan dokumen, atau menyalahgunakan kewenangan, maka Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor bisa berlaku. Kerugian negara di sini bukan hanya yang nyata, tetapi juga potensi kerugian akibat kerusakan lingkungan, hilangnya fungsi situs budaya, dan terganggunya sumber air warga,” ujar Kadir dimintai tanggapannya via telepon, Senin (11/8/2025).
Menurutnya, lambatnya penuntasan kasus akan memperbesar risiko kerusakan dan merugikan kepentingan masyarakat.
“Kami melihat adanya urgent public interest. Lingkungan hidup adalah hak konstitusional warga sebagaimana dijamin Pasal 28H UUD 1945. Jika penegakan hukum abai, itu berarti negara lalai memenuhi kewajiban konstitusionalnya,” kata Kadir.
Ia menekankan, Kejaksaan perlu memandang kasus ini tidak semata persoalan administratif, melainkan potensi tindak pidana khusus yang membutuhkan penyidikan intensif.
“Regulasi jelas menyebutkan, setiap penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara adalah ranah Tipikor. Maka, peningkatan status penanganan dari penyelidikan ke penyidikan di bidang pidana khusus adalah langkah logis,” katanya.
Kejaksaan Tinggi Sulsel saat ini telah memeriksa puluhan pihak dari unsur pemerintah daerah dan provinsi terkait penerbitan izin CV BD. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, memastikan penyelidikan berjalan maksimal dan setiap langkah mengikuti prosedur hukum.
Sementara itu, DPRD Sulsel dalam rapat dengar pendapat sebelumnya juga telah merekomendasikan pengurangan luas wilayah izin dari 24,9 hektare menjadi 5 hektare, serta penghentian sementara aktivitas tambang hingga perusahaan membangun jalan produksi khusus dan menata ulang lokasi tambang.
Kajian beberapa tokoh masyarakat menunjukkan sejumlah kelemahan dalam proses administrasi, mulai dari minimnya konsultasi publik hingga kajian lingkungan yang belum menilai dampak terhadap situs budaya dan mata air. Tokoh adat Toraja Utara meminta penegakan hukum dilakukan secara transparan tanpa pandang bulu.
“Kasus ini diharapkan menjadi preseden baik, bahwa hukum bisa melindungi hak-hak masyarakat dan lingkungan, bukan sekadar mengatur dokumen di atas meja,” tutup Kadir. (*)