Logo GP Ansor, Foto: Internet

Kegiatan HTI Dinilai Anti NKRI, Ditolak 14 PC GP Ansor di Sulsel

Kamis, 13 April 2017 | 12:38 Wita - Editor: Irfan Wahab - Reporter: Satria Sakti - GoSulsel.com

Makassar, GoSulsel.com – Empat belas Pimpinan Cabang (PC) GP Ansor di Sulsel tolak kegiatan tabilgh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang rencananya akan digelar di Lapangan Karebosi Makassar pada 16 April 2017 mendatang.

Pimpinan Cabang GP Ansor itu secara resmi membuat surat pernyataan yang dikirim ke Kepolisian Daerah (Polda) Sulsel, Rabu 12 April 2017, sebagai bahan pertimbangan untuk menghalau aksi HTI yang dinilai akan menyebarkan paham anti Pancasila.

pt-vale-indonesia

Pimpinan Cabang GP. Ansor tersebut antara lain, Enrekang, Bulukumba, Parepare, Luwu Utara, Wajo, Luwu Timur, Sinjai, Pinrang, Bantaeng, Palopo, Barru, Bone dan Jeneponto.

Ketua GP Ansor Sulsel, Muhammad Tonang, menyatakan bahwa pihaknya konsisten dan komitmen untuk menolak kelompok yang akan menyebarkan paham untuk merubah ideologi negara yakni Pancasila.

“HTI jelas mengusung khilafah dalam bernegara, tentu saja ini bertentangan dengan ideologi NKRI yang telah diperjuangkan para pahlawan dan ulama-ulama pendahulu kita,” jelas Tonang.

Menurut Tonang, pemaksaan ideologi khilafah di Indonesia hanya akan berpotensi besar menimbulkan konflik horisontal. Sehingga pemerintah, TNI, dan Polri harus memberikan sikap tegas terhadap HTI.

“Kami menolak segala gagasan khilafah yang diprakarsai oleh HTI karena dapat merongrong empat pilar bangsa yaitu, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, UUD 1945,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepolisian Resort Kota Besar (Polrestabes) Makassar akhirnya mengambil sikap tegas dengan tidak memberikan izin kepada Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang akan menggelar Tabligh Akbar di Lapangan Karebosi Makassar pada 16 April 2017 mendatang

“Dengan mempertimbangkan dampak yang bakal timbul, maka kami menyatakan tidak akan memberikan izin terkait kegiatan HTI,” jelas Kepala Polrestabes Makassar, Kombes Pol Endi Sutendi, saat dikonfirmasi GoSulsel.com, Kamis (13/04/2017).

Menurut Endi, “pelarangan” itu perlu dilakukan atas dasar pertimbangan keamanan dan ketertiban masyarakat. Dia menilai bila dipaksakan berlanjut bisa saja terjadi gesekan antarmasyarakat sipil. (*)


BACA JUGA