Puasa Dalam Kepemimpinan Politik
Mencermati Model-model Kepemimpinan Politik
Sebagai wawasan perlu mengetahui model-model kepemimpinan politik, agar dalam memahami tentang kepemimpinan dan menyiapkan pemimpin tidak salah arah. Demikian pula, model-model pemimpin saat ini penting untuk dikaji ulang. Seperti diketahui bahwa, Indonesia sebentar lagi akan melaksanakan Pilkada serentak pada Juni 2018 dan pemilihan presiden baru 2019. Model-model kepemimpinan politik ditengarai penting untuk mengidentifikasi karakteristik masing-masing calon bulati/walikota, gubernur dan presiden yang akan bersaing nantinya.
Sekurangnya terdapat 4 model kepemimpinan politik, yaitu: (1) Negarawan, (2) Demagog, (3) Politisi Biasa, dan (4) Citizen-Leader. ‘Negarawan’ adalah seorang pemimpin politik yang memiliki visi, karisma pribadi, kebijaksanaan praktis, dan kepedulian terhadap kepentingan umum yang kepemimpinannya itu bermanfaat bagi masyarakat.
Sedangkan ‘demagog’ adalah seseorang yang menggunakan keahliannya memimpin untuk memeroleh jabatan publik dengan cara menarik rasa takut dan prasangka umum untuk kemudian menyalahgunakan kekuasaan yang ia peroleh tersebut demi keuntungan pribadi.
Berbeda dengan ‘politisi’ dimana biasanya disebut sebagai pemegang jabatan publik yang siap untuk mengorbankan prinsip-prinsip yang dimiliki sebelumnya atau mengesampingkan kebijakan yang tidak populer agar dapat dipilih kembali. Sementara ’citizen-leader’ adalah seseorang yang mempengaruhi pemerintah secara meyakinkan meskipun ia tidak memegang jabatan resmi di pemerintahan.
Apapun model kepemimpinan politik itu, yang terpenting adalah ia lahir dari sebuah proses pelatihan spritual dan kepemimpinan yang berkarakter dimana tempaan ibadah puasa yang dijalani selama sebulan telah membentuknya sebagai seorang pemimpin yang mampu menjaga kehendak dan kepentingan pribadinya, serta meletakkan di bawah kepentingan masyarakat yang lebih banyak.
Tanggujawab Pemimpin
Singkatnya, esensi puasa dalam kepemimpinan politik adalah kesadaran akan tindakan seseorang yang selalu terkait dengan kebesaran dan kekuasaan Allah Swt., sehingga kesadaran bahwa tugas dan tanggungjawab seorang pemimpin itu tidak dimaknai dalam hubungan yang materialistis atau bahkan secara ekonomis belaka, tetapi melainkan berada dalam ruang lingkup pengabdian diri kepada kekuasaan tunggal, Allah Swt.
Dengan demikian, pemimpin politik tak hanya hanya sebagai insan yang berpuasa, tetapi ia juga mampu menjadi seorang pemimpin yang mampu menahan keinginan duniawinya, menegakkan keadilan, dan melaksanakan amanat rakyat, termasuk peduli dalam urusan respons kemanusiaan, kebangsaan dan keummatan. (*)
Abdul Rivai Ras
Founder BRORIVAI CENTER