Azikin Solthan Sebut Money Politic Salah Satu Pemicu Konflik di Pemilu
Bantaeng, GoSulsel.Com – Salah satu politisi senayan yang tergabung dalam anggota komisi II DPR RI, Azikin Solthan melakuan sosialisasi UU nomor 7 tahun 2017 di Kabupaten Bantaeng, Minggu, (26/8/2018).
Sosialisasi ini bertujuan memberikan pemahanan kepada masyarakat tentang perbedaan pelaksanaan pemilu legislatif (pileg) sebelumnya dan yang akan datang.
Dia mengatakan, Pileg 2019, kata dia, adalah Pemilu serentak. Dimana pemilih akan menggunakan hak pilihnya untuk menentukan anggota DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi, DPD, DPR RI dan Pemilihan Presiden.
“Itu berarti ada lima surat suara yang akan dicoblos oleh pemilih. Dengan begitu, bisa dipastikan proses penghitungan suara akan berlangsung relatif lama. Untuk itu kami mengimbau masyarakat mengawal proses demokrasi ini dengan baik,” paparnya.
Dia menjelaskan, pemilu ini merupakan pelaksanaan Kedaulatan rakyat. Melalui kedaulatan ini, rakyat akan memilih pemimpinnya dalam jangka lima tahun.
“Jadi jangan salah menentukan pilihan. Sebab kalau salah memilih, maka bisa ikut berdampak dalam menetapkan kebijakan pemerintahan untuk lima tahun kedepan,” terangnya.
Ada tiga hal yang membuat Pemilu rawan konflik. Ketiga hal tersebut, kata Azikin Soltan, pertama adalah penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak akurat. Kedua menyangkut netralitas penyelenggara pemilu, ASN serta TNI-Polri. Makanya dia mengajak warga agar senantiasa mengawasi dan menjaga netralitas aparat dalam Pemilu 2019.
“Komisi II sudah melakukan penelitian. Hasilnya, daerah yang berpotensi rawan konflik salah satu penyebabnya adalah ketidak netralan penyelenggara dan ASN dalam berpilkada,” katanya.
Hal lain yang memicu rawan konflik adalah prilaku money politik. Kebanyakan prilaku ini dipicu oleh praktik perjudian. Mereka rela menghamburkan uang hanya untuk melihat jagoannya menang.
“Kami sangat menyarankan kepada warga untuk tidak terlibat dalam money politik ini. Jika pada Pileg sebelumnya, sanksi money politik berlaku hanya untuk pemberinya, maka tahun ini, sanksi itu lebih tegas lagi. Penerima juga bisa dijerat pidana,” pungkas mantan Kepala Inspektorat Provinsi Sulsel ini. (*)