Menteri Pertanian, Amran Sulaiman berdialog dengan Bupati luwu dan sejumlah pejabat se Luwu Raya, Senin (11/3/2019)
#

Basmin Mattayang Minta Kementan Bangun Industri Kakao di Luwu

Senin, 11 Maret 2019 | 18:24 Wita - Editor: Irwan Idris - Kontributor: Eki Dalle - Gosulsel.com

LUWU, GOSULSEL.COM — Bupati Luwu, Basmin Mattayang menyampaikan harapan agar industri pasca panen komoditas kakao bisa dibangun di Luwu.

Keinginan itu disampaikan Basmin saat berdialog dengan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, di sela-sela peninjauan lokasi dan pembagian bibit pohon coklat di Desa Kamanre, Kabupaten Luwu, Senin (11/3/2019).

pt-vale-indonesia

“Kami pun mengapresiasi upaya penanganan pasca panen. Khususnya industri pengolahan. Mudah-mudahan dapat dibangun di Luwu agar pendapatan dan kesejahteraan petani semakin naik,” pinta Basmin.

Dikatakan Basmin, Pemerintah Kabupaten Luwu menyampaikan apresiasi terhadap kebijakan dan program Kementan untuk mengembalikan kejayaan rempah, khususnya produk kakao. Pasalnya, produktivitas kakao petani hingga saat ini semakin menurun karena umur tanaman yang sudah tua.

“Sepanjang tahun 2018, produksi kakao 24.260 ton, dengan luas lahan 35.311 ha. Jika kebijakan ini jalan, kami yakin dipastikan dapat meningkatkan pendapatan petani,” ujarnya.

Sebelum menanam bibit kakao, Amran mengecek kondisi lahan percontohan penanaman Kakao tersebut.

“Saya tidak ingin kegiatan seperti ini hanya sebatas kegiatan seremoni belaka. Saat ini saya tanam, tetapi besok tidak ada tindak lanjutnya,” kata Amran yang mengaku akan mengecek penanaman bibit kakao di Luwu secara berkala.

Dalam penyampaiannya di depan para petani se Luwu Raya, Amran membeberkan Kementan tidak hanya fokus meningkatkan produktivitas, akan tetapi fokus juga pada menumbuhkan nilai tambah melalui sektor pengolahan.

Menurutnya, dengan melakukan hilirisasi produk kakao, akan meningkatkan nilai tambah hingga 2.000 persen.

“Buktinya, kalau ke Singapura bangga membawa oleh-oleh cokelat Silverqueen. Padahal semuanya dari Indonesia bahan bakunya. Singapura tidak punya bahan bakunya, cokelat satu batang pun tidak punya. Prosesingnya di sana harganya sekitar Rp 19.000– Rp 20.000, jadi naik 2.000 persen,” jelasnya.

“Added value-nya ada di negara lain, harusnya prosesingnya ada di wilayah kakao ini. karena ini industri kecil, anggarannya sekitar Rp 500 juta sampai Rp 1 miliyar,” tandas Amran.(*)


BACA JUGA