Mahasiswa Jurusan Teknik Industri FTI UMI, Dwi Reskia Fajrianti Sutandi dan mahasiswa Fakultas Saintek UINAM, Tria Buana Lestari saat isolasi diri di gubuk.

Takut Jadi Pembawa Corona, Dua Mahasiswa Ini Isolasi Diri di Gubuk

Senin, 06 April 2020 | 15:48 Wita - Editor: Dilla Bahar - Reporter: Agung Eka - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM – Dua mahasiswa yang merupakan kakak beradik diketahui mengisolasi dirinya di gubuk keluarganya. Sebab, ia takut menjadi carier dan membawa virus Corona dari Makassar.

Ialah Mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Industri (FTI) Universitas Muslim Indonesia (UMI), Dwi Reskia Fajrianti Sutandi. Kemudian mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (Saintek) Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Tria Buana Lestari.

pt-vale-indonesia

Sebelumnya, mereka memutuskan untuk pulang ke kampung halaman di Desa Tappilina, Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah lantaran tidak ada lagi kegiatan di Makassar. Terlebih kampus telah menerapkan kuliah daring selama pandemi ini.

Setiba di kampung, bukannya langsung bertemu dengan keluarga. Justru mereka mengaku dihubungi bapak agar melakukan isolasi diri. Bapaknya khawatir jika anaknya itu bisa membawa Corona di rumahnya.

“Kan saya pulkam. Sebelum pulkam bapakku nelpon, bilang sama saya jangan sampai rumah nah nak, kamu di empang saja dulu di karantina mandiri,” katanya Dwi Reskia saat dihubungi, Senin (06/04/2020).

Tindakan tersebut, kata Dwi, dilakukan sesuai juga instruksi oleh pihak pemerintah untuk mencegah penyebaran Corona. Ia pun ingin menjadi contoh bagi pendatang atau orang baru yang ingin masuk ke desa. Agar mereka terlebih dahulu melakukan karantina.

“Bapakku punya alasan kenapa saya dikarantina berdua dengan adikku di empang, karena bapakku kebetulan pak desa. Jadi bapakku takutkan nanti ada warga yang datang dari luar daerah baru tidak dikarantina, makanya kami berdua sebagai contoh karantina mandiri,” lanjutnya.

Dwi dan adiknya rupanya memang sudah mempersiapkan ini jauh hari. Ia mengaku telah membeli kebutuhan pokok di Makassar untuk nantinya dimakan ketika dikarantina. Adapun pangan lain seperti beras dan sayur merupakan pemberian dari orang tuanya dari rumah kemudian dimasak di gubuk.

”Mie, garam, bumbu dapur saya bawa dari Makassar,” ujarnya.

Meskipun menetap sendiri di gubuk empang, ia mengatakan, bahwa fasilitas untuk tidur terbilang lengkap dan ketika tidurpun cukup nyaman. Sebab, telah ada kasur dan kelambu.

“Tetapi susahnya tidak ada listrik, penerangan hanya lilin, senter cas,” bebernya.

Selama melakukan isolasi diri di gubuk, mereka ternyata sering dikunjungi oleh orang tuanya. Akan tetapi, mereka harus menjaga jarak dan tidak melakukan kontak fisik.

“Bapak setiap hari tapi kami jaga jarak, belum pernah ka salaman dengan bapakku,” kata dia.

Saat ini, Dwi serta adiknya mengaku sehat dan tidak ada gejala sama sekali. Meski memiliki kondisi kesehatan yang bagus, namun ia tak mau untuk terlalu cepat keluar. Sebab, dirinya takut jika keluarganya nanti bisa terkena virus ini.

“Kami sehat tidak bergejala, tapi kami harus karantina karena orang tuaku sudah paruh baya jadi untuk menghindari semua kemungkinan yang akan terjadi,” ucapnya.

Terakhir, ia pun berharap keadaan bisa kembali normal. Ia merindukan suasana berkumpul bersama keluarga. Kemudian dapar bercengkerama satu sama lain.

”Kami berdua dan orang-orang yang sekarang lagi jaga jarak dengan keluarganya dapat berkumpul lagi di rumah dan di meja makan, karena saya sekeluarga tempat favorit kami itu dimeja makan, makan bersama keluarga,” terang Dwi.

Sementara itu, menanggapi hal tersebut, Dekan FTI UMI, Zakir Sabar turut memberikan pesan kepada mahasiswanya ini. Ia berpesan, agar Dwi tetap selalu menjaga kesehatan dirinya. Serta berharap kisahnya ini bisa menjadi contoh bagi mahasiswa dan warga lainnya.

“Jaga kesehatan, semoga kisah ta ini semoga dapat mengisnpirasi banyak orang,” pesannya. (*)


BACA JUGA