Tingkatkan Kualitas dan Lindungi dari Serangan Hama, Kakao Pun Mengenakan Masker
GORONTALO, GOSULSEL.COM — Tak hanya manusia, untuk menjaga kesehatan, tanaman kakao pun memerlukan masker. Setidaknya itulah yang dilakukan Regu Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (RPO) Gotong Royong asal Provinsi Gorontalo dalam melindungi tanaman kakao dari serangan hama dan penyakit.
Masker untuk tanaman penghasil bahan baku cokelat ini, merupakan sarung yang digunakan untuk membungkus buah kakao agar terlindung dari hama penggerek buah kakao.
Upaya yang dilakukan RPO Gotong Royong tersebut sejalan dengan arahan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Mentan sebelumnya mendorong agar seluruh jajaran Kementerian Pertanian dan petani berupaya menggenjot produktivitas komoditas pertanian termasuk perkebunan, sehingga memiliki kualitas yang bernilai tambah dan berdaya saing dipasar dunia.
Menurut penggerak RPO Gotong Royong, Slamet, upaya pemasangan sarung pada buah kakao tersebut tetap dilakukan meski saat ini terjadi pandemi Covid-19. Tentu saja, upaya perlindungan tanaman kakao dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan.
“Di tengah pandemi ini, kami tetap gerak. Lha wong bukan hanya kita yang mau sehat tho, kakao ne juga kudu sehat, jadi OPT ne harus dibasmi, kalo dibiarin aja kakaonya mati kita malah jadi pusing malah jadi ga sehat kabeh,” ujar Slamet dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/9/2020).
Sementara itu Tim Pendamping Petani Kakao, Gusti mengatakan OPT yang banyak menyerang kakao di lahan sekitar yaitu hama Penggerek Buah Kakao (PBK). Oleh karena itu, pihaknya menerapkan pemasangan sarung pada buah kakao.
“Jika tidak dikendalikan, larva PBK mampu menyebabkan biji buah kakao saling lengket sehingga menyebabkan kualitas dan kuantitas produksi buah menurun hingga 70%. Kita lakukan sarungisasi biar ulatnya ga bisa masuk ke buah, kita aja disuruh pake masker, kakaonya jadi nya dimaskerin juga,” katanya.
Metode sarungisasi ini dilakukan saat buah masih sangat muda, pentil berukuran kurang lebih 8 cm. Dengan berbekal peralatan sederhana yang terdiri dari karet gelang, pipa paralon, dan plastik, metode sarungisasi ini dapat mencegah imago PBK meletakkan telur pada kulit buah kakao sehingga larva tidak akan menggerek ke dalam buah. Kedua ujung plastik dilubangi agar udara dapat bertukar dan tidak lembab.
Menurutnya, metode tersebut merupakan salah satu komponen Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang cenderung ramah lingkungan karena tidak menimbulkan residu kimiawi, resurgensi dan resistensi hama, serta sangat mudah dilakukan. Pemakaian plastik dapat berulang pada musim buah selanjutnya.
Dengan pemasangan sarung pada buah kakao, Slamet menyebutkan dari 1 hektar lahan bisa dihasilkan lebih dari 1 ton kakao. Harganya juga cukup baik, Rp38.000 untuk kakao fermentasi dan Rp20.000 untuk yang non fermentasi.
Ia berharap kerjasama dengan pihak pemerintah ini terus berjalan dan ditingkatkan dalam membangun kemandirian petani. Dengan semangat gotong royong, pengendalian kesehatan kakao dan menjaga kesehatan diri bisa dilakukan secara bersamaan.(*)