Gubernur Sulsel, HM Nurdin Abdullah

Gubernur NA Diduga Terlibat Praktek Kejahatan Bisnis Tambang Pasir Laut

Kamis, 01 Oktober 2020 | 09:21 Wita - Editor: Andi Nita Purnama - Reporter: Agung Eka - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM — Koalisi Selamatkan Laut Indonesia kembali menegaskan jika Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah (NA) diduga kuat terlibat dalam praktek kejahatan. Yakni dalam bisnis tambang pasir laut yang beroperasi di wilayah tangkap nelayan Kepulauan Sangkarrang. 

Menurut juru bicara Koalisi Selamatkan Laut Indonesia, Melki Nahar, tuduhan dugaan praktik kejahatan bisnis tambang pasir laut bukan tanpa alasan. Sebab, pihaknya bersama para penggiat anti korupsi telah membaca berbagai dokumen yang diperoleh dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), dan Pemprov Sulsel. 

pt-vale-indonesia

Dari dokumen tersebut, pihaknya melihat bahwa para jajaran direksi dan pemegang saham di perusahaan tambang yang saat ini bekerja sama dengan PT Boskalis. Yang di mana saat ini juga tengah menambang di wilayah tangkap nelayan merupakan orang dekat atau orang-orang selama ini memiliki peran yang besar dalam pemenangan Nurdin Abdullah sebagai Gubernur Sulsel. 

Selain itu, pihaknya menemukan bukti lain. Ialah bahwa orang-orang di perusahaan tersebut juga memiliki jabatan di pemerintahan Gubernur Nurdin Abdullah seperti Staf TP2D, Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah Sulsel.

“Diperkuat dengan pengakuan Gubernur Nurdin Abdullah di salah satu media nasional bahwa dirinya mengenal Direktur Utama PT Banteng Laut Indonesia. Ia juga mengatakan bahwa Akbar Nugraha adalah teman anaknya. Artinya Nurdin Abdullah membenarkan bahwa anaknya memiliki hubungan dengan pemilik perusahaan tambang,” jelas Melki melalui rilis media, Rabu (30/9/2020).

Kemudian, Melki menerangkan bahwa modus atau praktek hubungan bisnis dan politik seperti ini baru terjadi pada komoditas pasir laut. Ia pun melihat modus seperti ini bertujuan untuk dua hal. Pertama balas jasa politik, dan yang kedua menggunakan nama-nama tersebut untuk menghilangkan peran kepentingan Gubernur. 

“Modusnya ada dua, balas jasa politik. ini biasa terjadi di Kalimantan dan di daerah lain, atau menggunakan nama orang lain untuk kepentingan bisnis dan politiknya ke depan,” ungkapnya. 

Melki melanjutkan bahwa bisnis tambang pasir laut tidak bisa dipisahkan dengan proyek Makassar New Port. Bagi Melki, ada dugaan upaya menadah uang negara melalui proyek MNP dan bisnis tambang pasir laut. 

“Sangat terang dugaan kami bagaimana uang negara (APBN) dibancak melalui bisnis tambang pasir laut. Nah rakyat atau nelayan di Pulau Kodingareng yang dikorbankan,” sambungnya. 

Sementara menurut Staf Advokasi WALHI Sulawesi Selatan, Nur Ikhsan, pihaknya masih fokus pada penghentian pencabutan izin tambang pasir laut. Sebab tambang pasir laut adalah sumber penderitaan keluarga nelayan saat ini. 

Namun temuan terkait adanya dugaan penyalahgunaan wewenang tersebut, masyarakat Sulsel harus melihat masalah tambang pasir laut secara objektif. Dan yang paling penting para penegak hukum terutama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga harus turun tangan membuktikan dugaan pelanggaran hukum tersebut.

Lanjut dari pada itu, Ikhsan mengatakan bahwa masyarakat di Pulau Kodingareng sangat menderita selama adanya tambang pasir laut. Tiap hari WALHI Sulsel mencatat ada 5-6 orang keluarga nelayan tidak dapat membeli beras dan harus meminta beras di tetangganya. 

“Saya lihat betul beberapa keluarga nelayan setiap hari harus minta beras di tetangganya bahkan ke kami. Bisa dibayangkan bagaimana hidup keluarga nelayan yang tidak pernah dapat uang karena hasil tangkapannya menghilang akibat tambang pasir Boskalis,” terang Ikhsan. 

Diketahui bahwa saat ini Gubernur Sulsel masih tidak mau berbicara dengan nelayan dan perempuan di Pulau Kodingareng. Walaupun berkali-kali nelayan dan perempuan nelayan mengajak Gubernur berdialog dengan masyarakat Pulau Kodingareng yang saat ini meminta penghentian dan pencabutan izin tambang pasir laut.(*)


BACA JUGA