#Maros
Polisi Aniaya Mahasiswa Saat Demo, Kahmi Maros: Ini Pelanggaran HAM!
MAROS, GOSULSEL.COM — Aksi kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap mahasiswa kembali terjadi di Kabupaten Maros. Kali ini, puluhan anggota Polres Maros melakukan tindak kekerasan kepada mahasiswa yang tengah melakukan demonstrasi penolakan pengesahan undang-undang (UU) cipta kerja atau omnibus law di depan Gedung DPRD Maros.
Dimana, aksi kekerasan itu terekam lewat vidio pendek yang kemudian tersebar luas di media sosial (medsos). Dalam aksi yang berbuntut bentrok itu juga telah diamankan tiga orang mahasiswa.
Aksi kekerasan terhadap mahasiswa itu dikecam oleh Majelis Daerah (MD) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Maros. Peristiwa itu dinilai Kahmi sebagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh anggota Polri Polres Maros bersama dengan Satpol PP saat mengamankan aksi demo.
“Ini tidak berbicara tindak pidana penganiayaan lagi. Ini sudah pelanggaran HAM namanya, dilihat dari bukti vidio yang banya beredar dimedsos,” ujar Ketua MD Kahmi Maros Yunus Tiro, Jumat (9/10/2020).
Meskipun langkah mediasi telah dilakukan dan ketiga mahasiswa peserta aksi yang sempat diamankan telah dibebaskan. Namun, Yunus meminta agar proses hukum terhadap oknum yang melakukan kejahatan HAM harus tetap diproses.
“Tidak bisa dibiarkan begitu saja, harus diproses. Semua pelaku terekam jelas dalam vidio yang tersebar itu,” kata Yunus yang juga berprofesi sebagai lawyer itu.
Sementara itu, ketua umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Maros Jufriadi, sangat menyayangkan tindakan refresif aparat kepolisian yang mengawal jalannya aksi damai kader HMI cabang Maros, Kamis (8/10/2020) kemarin.
“Kami tetap meminta agar Polda segera menyelidiki kasus penganiayaan ini. Tindakan main hakim sendiri seperti ini tidak boleh lagi terjadi saat mahasiswa berdemonstrasi, khususnya di Maros,” kata Jufri akrabnya disapa.
Tidak hanya itu, ia bahkan meminta agar Kapolres Maros AKBP Musa Tampubolon dicopot. Lantaran, dinilai tidak mampu mengkoordinir anggotanya sesuai aturan penanganan aksi.
“Dalam pedoman polisi saat mengendalikan jalannya aksi mahasiswa sama sekali tidak ada poin yang membenarkan tindakan represif seperti itu. Jadi, sudah selayaknya dicopot,” tutupnya.(*)