Laksus Duga Ada Persekongkolan dalam Pencairan Anggaran Talud Desa Mappakalompo Takalar

Rabu, 28 Juni 2023 | 14:52 Wita - Editor: Andi Nita Purnama - Reporter: Agung Eka - Gosulsel.com

TAKALAR, GOSULSEL.COM – Lembaga Antikorupsi (Laksus) Sulawesi Selatan menduga ada persekongkolan antara pihak-pihak terkait yang memuluskan proses pencairan anggaran proyek talud di Desa Mappakalompo, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar. Laksus mendesak Kejaksaan Tinggi Sulsel memeriksa semua pihak yang memungkinkan terlibat.

“Kami menduga PPK menyalahi aturan kontrak dalam proses pembayaran. Bahwa pembayaran 100% yang dilakukan oleh pihak PPK berdasarkan instruksi KPA dan tanpa sepengetahuan tenaga teknis (konsultan) merupakan sesuatu hal yang sangat keliru dan patut diduga ada yang terselubung dalam pembayaran tersebut,” ujar Koordinator Laksus Mulyadi, Rabu (28/06/2023).

pt-vale-indonesia

Mulyadi mengatakan, pembayaran dengan bobot 100% terkesan sangat dipaksakan. Padahal di lapangan, proyek baru mencapai progres 70%.

“Sehingga timbul pertanyaan, bagaimana bentuk laporan pertanggungjawabannya? Sebab jika disinkronkan antara laporan teknis kemajuan pekerjaan dengan anggaran yang telah dibayarkan habis, maka menimbulkan suatu manipulasi data dan informasi, yang menyatakan bahwa pekerjaan tersebut telah selesai 100% namun pada kenyataannya belum selesai,” tandasnya.

Mulyadi menjelaskan, permasalahan tersebut bisa saja akan menimbulkan mangkraknya pekerjaan.

“Sebab akan memicu kecurangan pihak kontraktor yang sudah tidak mempunyai beban menunggu progres pembayaran untuk menyelesaikan pekerjaan. Atau bisa jadi dikerjakan namun dikerjakan asal jadi atau asal-asalan,” ketus Mulyadi.

Proyek pengaman pantai Desa Mappakalompo bersumber dari APBD tahun 2022. Proyek dikerjakan oleh PT Gema Karya Persada.

Berdasarkan klausul kontrak, pekerjaan ditargetkan harus selesai di akhir Desember 2022. Namun sampai sampai sekarang pekerjaan baru berkisar 70 persen.

“Kuat dugaan kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif yang melibatkan pihak Panitia ULP, PPK, KPA dan pihak kontraktor. Kami menduga telah terjadi tindak pidana korupsi dengan indikator persekongkolan,” tandas Mulyadi.

Mulyadi juga menduga terjadi pelanggaran dari awal. Saat proyek masih ditahap lelang.

Ia menduga pemenang telah diarahkan kepada pihak-pihak penyedia tertentu. Praktik ini telah menghambat pelaku usaha lain untuk ikut, sehingga akan terjadi banyak permasalahan.

“Harga satuan volume tidak ditetapkan berdasar HPS, sehingga diduga ada Mark Up harga. Realisasi atas pekerjaan tersebut tidak tercapai sesuai ekspektasi. Terjadi gratifikasi dalam lelang/tender yang melibatkan seluruh pihak yang berkompeten,” tambahnya.

Menurutnya, kerugian yang ditimbulkan akibat dari persekongkolan tersebut antara lain, barang atau jasa yang diperoleh (baik dari sisi mutu, jumlah, waktu, maupun nilai dan seringkali lebih rendah dari yang akan diperoleh karena telah diarahkan dan dilakukan secara tidak jujur.

“Karena itu kami mendesak aparat penegak hukum untuk melakukan audit investigasi dan audit forensik, baik terhadap mutu pekerjaan, Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan maupun pertanggunghawaban penggunaan keuangan Negara/daerah yang wajib dilaksanakan secara efektif dan efisien. Karena bukan tidak mungkin permasalahan tersebut melibatkan para eksekutif dan legislatif yang ada di Kabupaten Takalar,” imbuhnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Sulsel didorong menuntaskan kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan pengaman pantai (Talud) di Desa Mappakalompo, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar. Dalam proyek bernilai Rp4 miliar ini diduga ada kesalahan dalam proses pembayaran.

“Karena itu pihak pihak yang kami sebutkan di atas harus diperiksa. Sebab ini jelas ada keterlibatan kolektif. Tidak mungkin anggaran 100% bisa cair kalau tidak ada persekongkolan,” tandas Direktur Laksus, Muh Ansar.

Ansar mengatakan, tak terlalu rumit untuk mengungkap siapa yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini. Menurut dia, alurnya sederhana. Karena ‘benang kusutnya’ ada pada pembobotan proyek.

“Disitu letak masalahnya. Pada pembobotan. Bobot pekerjaan diduga baru 70% tapi dilaporkan 100%,” terang Ansar.

Ansar pun mendorong agar penyidik Kejati bekerja lebih serius.

Sementara PPK proyek Talud Desa Mappakalompo, Wahab yang dikonfirmasi via WhatsApp tak memberi respons. Wahab sudah dua kali coba dikonfirmasi, namun ia tak memberi jawaban.(*)


BACA JUGA