Suriadi Mappangara, Perjanjian Bungaya, Perang Bone, Perang Somba Opu, Perang Buton, Perang Somba Opu II, VOC, Kerajaan Gowa, Sultan Abdul Khair Sirajuddin, Sultan Bima, Hanta Ua Pua
Ilustrasi Perjanjian Bungaya. (Ilustrasi: buihkata.blogspot.com)

Perjanjian Bungaya & Kisah Raja Bima yang Terpinggirkan

Selasa, 22 Desember 2015 | 13:51 Wita - Editor: Nilam Indahsari - Reporter: Andi Dahrul Mahfud - GoSulsel.com

“Pada pasal 9 jelas tertera, bahwa orang-orang Makassar dilarang mengirimkan perahu-perahunya ke Bima, Solor dan Timor, Selayar, sebelah utara Pulau Kalimantan, Mindanao (Filipina) atau di pulau-pulau sekitarnya. Siapa yang melanggar akan ditangkap dan disita barangnya,” jelas Suriadi.

Setelah itu, Suriadi menjelaskan isi Pasal 14 yang menegaskan pelarangan Gowa mencampuri Bima.

pt-vale-indonesia

“Begitupun Pasal 14 secara tegas menyatakan dan mengancam Raja dan pembesar Gowa untuk tidak mencampuri urusan Negeri Bima. Pasal ini juga secara tegas melarang Gowa untuk membantu Bima dan ini merupakan salah satu trik kompeni untuk memecah belah Bima dengan Gowa,” kata Suriadi.

Suriadi juga tetap mengurai sedikit 3 pasal terakhir tentang Raja Bima.

“Kemudian pada Pasal 15 memerintahkan kepada Raja Gowa untuk menyerahkan Raja Bima dan menantunya Raja Dompu, Raja Sanggar, Raja Tambora beserta pengikutnya yang telah terbukti membunuh anggota VOC. Dan Pasal 24 VOC mengatur persekutuan dagang, perjanjian perdamaian, persahabatan di antara kerajaan-kerajaan di jalur perdagangan Nusantara Timur, termasuk Bima. Pada pasal 28 VOC mengultimatum, dalam 10 hari Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu harus ditangkap hidup atau mati,” paparnya.

Halaman: