Ini 6 Penyair Perempuan Terkeren di Sulsel

Sabtu, 17 November 2018 | 16:46 Wita - Editor: Irwan AR -

2. MARIATI ATKAH

mariati atkah

Mariati Atkah, lahir di Soreang, Kabupaten Barru, pada tanggal 20 Mei 1987. Anak tertua dari dua bersaudara. Alumni jurusan Sastra Inggris, Universitas Hasanuddin, angkatan 2004.

pt-vale-indonesia

” Pertama suka puisi saat masih SMP, pas diajari menulis puisi oleh guru bahasa Indonesia,” ungkap Mariati Atkah.

Namun menurut perempuan yang lagi menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga ini, ketika SMP ia hanya sekedar suka tanpa ada alasan kenapa ia menyukainya. Barulah ketika beranjak lebih dewasa dan lebih banyak melahap buku-buku ia pun menyadari kesukaanya pada puisi karena keterpukauan pada kekuatan kata-kata.

“kata-kata dalam puisi menyentuh pada lapis terdalam manusia, batin dan jiwanya. Hal ini tidak bisa dilakukan oleh sebuah karya ilmiah,” tulisnya serius, saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.

Mariati bertutur, kala ia masih berseragam putih biru, guru Bahasa Indonesianya mengajarkan menulis puisi dari huruf-huruf yang menyusun nama setiap siswa.

Sejak saat itu, ia mulai rajin memenuhi halaman belakang buku tulisnya dengan corat-coret yang (ingin) disebut puisi. Tahun 2011, Facebook mempertemukannya dengan sebelas perempuan yang sama-sama berminat pada puisi. Mereka membentuk wadah kepenulisan bernama Komunitas Lego-Lego. Tahun itu pula, buku antologi puisi pertama lahir dengan judul Kaki Waktu.

Setelah itu, ia mulai rajin berpartisipasi sebagai kontributor untuk berbagai antologi puisi: Requiem Bagi Rocker (2012)—buku hasil kerja sama Taman Budaya Jawa Tengah dengan Forum Sastra Surakarta, Dari Negeri Poci 4 (2013), Dari Negeri Poci 5 (2014), Jurnal Sastra The Indonesian Literary Quarterly (2014), 100 Perempuan Penyair Indonesia (2014), Kata-kata yang Tak Menua (2017), Tentang Yang (2017), Kata Harus Dibaca (2017)—antologi puisi program Pappasangta RRI Pro 4 Makassar, buku mini Berbuka Puisi (2018), Kepada Toean Dekker (2018), dan yang terbaru adalah Kuantar Kau ke Makassar (2018)—antologi puisi untuk perhelatan Makassar International Eight Festival & Forum kategori Fiction Writers and Font.

Pada bulan Juni 2013, ia mengikuti perhelatan Makassar International Writers Festival (MIWF) sebagai salah satu new emerging writer dari Indonesia Timur. Tulisan-tulisan tersebut disiarkan di media seperti Harian Fajar, Suara NTB, Harian Rakyat Sultra, Malut Pos, Tribun Timur, dan Koran Tempo Makassar.

3. DALASARI PERA

Dalasari Pera salah seroang perempuan bugis tepatnya, di Belawa, kabupaten Wajo, anggota Komunitas Menulis Lego-Lego Makassar.

Ia terpilih menjadi peserta Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) VI Tahun 2012, prestasinya di dunia kesusatraan cukup banyak. Ia meraih penghargaan Terbaik II dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada Lomba Tulis Nusantara 2013, dan pemenang sayembara Bahan Bacaan Literasi 2018 oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Selain itu puisi, cerpen, dan essainya pun tersiar di pelbagai media cetak; Media Indonesia, Jurnal Nasional (Jurnas), Basabasi.co, Suara Karya, Radar Surabaya, Riau Pos, Fajar Makassar, Tribun Timur, Suara NTB, Go Cakrawala, Minggu Pagi Kr. Jogja, Rakyat Sultra, Koran Dinamikanews, Harian Ajattappareng, Lombok Post, Banjaramasin Post, Bali Post, Majalah Sagang, Majalah Sabana, Jurnal Santarang, Jurnal Tanggomo, Buletin Jejak, De Gorontalo, Buletin Suluh, dan Majalah Dunia Pendidikan.

Karyanya juga termuat dalam sejumlah buku; Imazonation-Phantasy Poetica (2010), Novelet Lafaz Cinta Di Ambang Senja (2011), Kaki Waktu (2011), Sepuluh Kelok di Mouseland (2011), Munajat Sesayat Doa (Pemenang FTD Riau, 2011), Kumpulan Fiksi 140 (2012), Puisi Dwi Bahasa Poetry Diverse (2012), Perempuan Penyair Indonesia Terkini; Kartini (2012), Sauk Seloko (2012), Dari Negeri Poci 4; Negeri Abal-Abal (2013), Bendera Putih Untuk Tuhan (2014), Negeri Langit (2014), Pelabuhan Merah (2015), Negeri Dongeng (2015), Cimanuk; Ketika Burung-burung Kini Telah Pergi (2016), Kata-kata yang Tak Menua (2017), Ironi Bagi Para Perenang (2017), The First Of Rain (2017), Gerakan Putri Muhammadiyah (2017), Mata Khatulistiwa (2018), dan Berlibur ke Timur (2018).

Halaman:

BACA JUGA