Seorang penumpang sedang berdiri di atas kapal kayu yang akan akan menganngkutnya ke pulau tujuan di Kodingareng, Rabu (21/11/2018)/Indra Abriyanto/Gosulsel.com

Desak Hentikan Aktivitas Tambang Pasir, Nelayan Ajak NA Berdialog di Pulau Kodingareng

Rabu, 23 September 2020 | 16:20 Wita - Editor: Andi Nita Purnama - Reporter: Agung Eka - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM — Polemik tambang pasir laut di wilayah tangkap nelayan Pulau Kodingareng hingga kini terus berlanjut. Saat ini, masyarakat pulau masih terus mendesak agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel memenuhi keinginan nelayan untuk menghentikan aktivitas tambang pasir laut tersebut. 

Menanggapi pernyataan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah (NA) yang dirilis oleh beberapa media pada hari Selasa, 22 September 2020 terkait NA ogah bertemu dengan WALHI. Istri nelayan Kodingareng Lompo, Zakia angkat berbicara. 

pt-vale-indonesia

“Jika memang pak gubernur tidak mau bertemu dengan WALHI setidaknya pak Gubernur bersedia membuat dialog terbuka dengan nelayan dan perempuan pulau Kodingereng,” kata Zakia.

Lebih lanjut, Zakia mengatakan, warga Pulau Kodingareng tidak pernah merasa bahwa WALHI adalah provokator seperti yang dikatakan Gubernur di media. Ia menyebut informasi tersebut keliru.

“Saya rasa informasi yang bapak dapatkan sangat keliru. Dengan adanya pendampingan dari Aliansi Selamatkan pesisir (ASP), warga khususnya nelayan merasa terbantu untuk mempertahankan wilayah tangkapnya dari aktivitas penambangan,” jelasnya.

Kemudian seorang nelayan pancing di Pulau Kodingareng, Suwadi, juga meminta agar NA, bersedia mendatangi nelayan dan berdialog agar Pemprov mengetahui secara pasti masalah yang dihadapi nelayan. Sehingga pemerintah segera menghentikan penambangan di wilayah tangkap nelayan. 

“Saya berharap sekali Gubernur dibuka kan pintu hatinya sehingga mau bicara dengan kami-kami para nelayan di Pulau Kodingareng, karena kami juga rakyat Sulsel,” kata Suwadi.

Suwadi menambahkan, penambangan pasir laut di wilayah tangkap nelayan sudah berjalan selama tujuh bulan lebih. Selama itu juga, kehidupan nelayan di Pulau Kodingareng sangat terpuruk bahkan sudah tidak ada pemasukan karena setiap para nelayan melaut, selalu pulang dengan tangan kosong. 

“Kami hanya ingin Boskalis berhenti menambang dan izin dicabut. Karena kalau kapal itu menambang, tidak ada ikan yang kami dapatkan karena air keruh dan ombak tinggi. Jadi tolong hentikan penambangan pasir di wilayah tangkap kami,” sambungnya.

Kemudian, terkait dengan tudingan bahwa warga diprovokasi, para nelayan mengaku tidak pernah diprovokasi atau dihasut oleh pihak mana pun. Para nelayan di Pulau Kodingareng merasakan langsung dampak tambang pasir laut sehingga para nelayan dan perempuan tidak henti-hentinya menolak tambang pasir laut. 

“Kami tidak pernah diprovokasi oleh siapapun termasuk WALHI, kami yang meminta agar mahasiswa dan ASP mendampingi kami agar keinginan kami dapat didengar oleh pemerintah. Jadi sekali lagi, saya minta Bapak Gubernur tolong hentikan tambang pasir laut ini agar hidup kami kembali normal,” tegas Suwadi.

“Kalau pak gubernur tidak mau datang di pulau menemui dan berdiskusi dengan kami, hentikan tambang pasir. Jika pak gubernur tidak mau hentikan tambang, Kami akan mendatangi kantor bapak untuk menyampaikan dampak yang kami rasakan selama ini,” ungkap Sita.

Lanjut Ibu Sita, istri nelayan (24) ini menyesalkan sikap NA. Dimana apabila pihaknya datang ke kantor Gubernur, NA justru menghindar bertemu para nelayan. 

“Karena dulu bapak pernah bilang ‘masa saya cari anda, seharusnya kamu datangi saya, saya tidak kemana-mana kok, saya ada,” demikian istri nelayan mengutip kata pak Gubernur beberapa hari yang lalu.

“Sekarang kami tagih janji bapak untuk menemui kami untuk berdiskusi, jika tidak, kami akan kembali menemui bapak,” tegasnya.

Diketahui bahwa saat ini, aktivitas tambang pasir laut yang dilakukan oleh Kapal Queen of Netherlands masih terus beroperasi. Dan Gubernur Sulsel belum bersedia untuk berdialog dengan masyarakat Pulau Kodingareng untuk masalah yang dihadapi masyarakat.(*)


BACA JUGA