Wali Kota Makassar, Danny Pomanto memaparkan pencapaian selama memimpin Makassar di hadapan Alumni Purna Praja Angkatan 12, Sabtu (16/2/2019)/Fadillah Bahar/GOSULSEL.COM

Cerita Kesuksesan Pimpin Kota Makassar, Danny Pomanto: “Menjadi Birokrat Tidaklah Gampang, Karena Itu Amanah yang Luar Biasa”

Sabtu, 16 Februari 2019 | 13:42 Wita - Editor: Irwan Idris - Reporter: Dila Bahar - Gosulsel.com

“Kenapa bukan tanggung tanya? Artinya pemimpin hadir untuk menjawab. Apa yang mau dijawab? Pertanyaan seperti apa? Dari mana asal pertanyaan itu? Bagaimana kita tahu itu pertanyaan? Maka kita harus mendengarkan orang. kita harus mendengarkan kritikan,” pungkas Wali Kota yang berhasil membawa Makassar meraih peringkat pertama nasional Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD), mengalahkan Bandung dan Surabaya.

pt-vale-indonesia

Lanjutnya, sebagai langkah awal dirinya melakukan pendekatan sosial, mendengarkan suara rakyat dan suara-suara yang lain. Karena ini birokrat, jabatan politik, maka semua harus didengarkan.

“Saat saya sadar pemimpin adalah tanggung jawab dan menjawab pertanyaan kita harus mendengarkan pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan lahir dari mulut, ada dari mata, dan ada juga dilihat dalam hati. Menjadi pemimpin yang baik harus mampu menjawab sebelum orang menyampaikan pertanyaan itu,” beber Danny Pomanto.

Hal pertama, Danny meminta agar dicarikan titik apa yang paling sulit di kota ini. Itu yang pertama ingin dijawabnya, dengan melakukan research. hasilnya adalah orang miskin yang sakit.

Untuk mempercepat jawaban itu Danny berkir perlu sebuah sistem dan sebuah research yang melibatkan banyak orang (public engagement) serta pikiran banyak orang.

“Lahirlah inovasi-inovasi, saya tugaskan semua SKPD cari gara-gara. Cari isu yang paling dominan, cari persoalan di SKPD masing-masing. Bagaimana menemukan dua isu besar, libatkan lima pihak (pentaheliks). Libatkan akdemisi, privat sektor, masyarakat, LSM, Pemerintah, kita cari dan berdiskusi,” pungkasnya.

Inilah ilmu menemukan masalah, melakukan koloborasi, hingga ditemukanlah solusi. Namun, solusi saja tidaklah cukup. Ia harus disederhanakan karena program akan dikembalikan ke masyarakat yang dikemas dalam bentuk inovasi.

Lahirlah macam-macam istilah di Makassar. Ada inovasi kebersihan, Makassar Tidak Rantasa (MTR) dan Lisa. Ada pula Longset, Longgar, Bulo, dan Kanrerong. “Semua branding inovasi kita pakai semangat daerah, karena untuk masyarakat bukan untuk gagah-gagahan. Harus kelihatan Makassarnya,” tutur Danny.

Seperti home care (dottrota), Truk Angkutan Sampah Kita (Tangkasaki), hingga ditemukan 100 inovasi. Belum cukup sampai di situ, dibuat sistim yang menterpadukan inovasi ini, maka dilibatkanlah aplikator membuatkan aplikasi.

“Nuansa Lokal kita angkat ke tingkat global maka inovasi ini ditransfer menjadi Sombere and Smart City. Karena ini pula saya diundang di seluruh dunia gara-gara hanya untuk menjelaskan apa itu Sombere and Smar City,” tutupnya.

Hadir pula dalam kegiatan ini, salah satu Alumni yang kini sebagai Bupati Bantaeng, Dr. H. Ilhamsyah Asikin dan Dekan Fakultas Ilmu Politik Pemerintahan dalam Negeri Mohadam Labola.(*)

Halaman:

BACA JUGA