Nuryani (34) berpose saat ditemui di tempat kerjanya di di Desa Baruga, Bantimurung, Maros, (10/03/2019).

FOTO: Buruh Perempuan Berkawan Sekop dan Besi Linggis

Kamis, 14 Maret 2019 | 06:42 Wita - Editor: Irwan Idris - Fotografer: Indra Abriyanto - Gosulsel.com

Mina (45) saat ditemui di tempat kerjanya di PT Andika Batu Kapur, Jl. Inspeksi Pam, Makassar (20/02/2019).

Abu batu kapur beterbangan sesekali ketika Mina berbungkuk dan kedua tangannya melayangkan sekop ke arah abu batu kapur untuk diayak. “Saya selalu memakai pelindung hidung agar abunya tidak saya hirup,” jelasnya saat ditemui Gosulsel.com di tempat kejanya, Jl Inspeksi PAM, Kota Makassar.

Selain bekerja sebagai pengayak abu batu kapur, Mina juga mengerjakan tugas berkategori keras lainnya yang membutuhkan tenaga lebih, yaitu mengangkat batu-batu kapur ke dalam tungku pembakaran.

pt-vale-indonesia

Tidak adanya pekerjaan di kampung halaman di Malakaji, Gowa, menjadikan pekerjaan ini cukup menjanjikan bagi Mina, sekaligus membantu suaminya yang sepekerjaan dengannya. Saleh (50), mengadu nasib bersama Mina di perantauan. Sejak 1994 sudah meniginjakkan kaki di tempat kerjanya itu. Dengan kebaikan hati H. Hasir Cole’ (50) pemilik perusahaan batu kapur, Mina dan suami diberi rumah tinggal. Mina sangat bersyukur dengan pemberian rumah dari bosnya itu.

Mina digaji berdasar pekerjaan yang dilakukan setiap hari. Bila Mina ikut membakar batu kapur, Dia mendapat upah sebesar Rp.350.000 tiap sepuluh hari. Sedangkan upah jika memasukkan abu batu kapur ke dalam karung dipatok Rp.2.000 per karung. Namun, terkadang perusahaan yang bergerak di bidang bahan bangunan itu, harus terkendala bahan baku yang membuat Mina mesti memutar otak untuk mencari pekerjaan lain. Karena itu, Mina dan suami sering melakukan pekerjaan berbeda untuk sementara waktu.

“Bos tidak marah karena dia sudah paham dengan kondisi usahanya yang kadang tidak produksi selama berbulan-bulan,” jelasnya.

Halaman:

BACA JUGA